SEKILAS, album ini tampak hanya memanfaatkan momentum trend melodic punk saja. Pasalnya, tidak ada sesuatu yang istimewa yang ditawarkan, selain keberanian menggamit band-band dari daerah. Yah, boleh saja album ini disebut album punk dari 'Sabang sampai Merauke'.
Berpacu Dalam Melodic. Begitulah Proton Record mengambil judul album ini. Cukup jeli sebenarnya, karena idiom itu sudah dikenal sebagai plesetan salah satu acara di televisi yang cukup dikenal. Kalau alasan lain, karena musik yang disodorkan band-band di album ini, memacu adrenalin kita. Ah, bisa saja...
Terlepas dari alasan-alasan di atas, album ini sebenarnya tidak lebih dari kompilasi biasa, hanya musiknya melodic punk. Tapi bukan tanpa kelebihan, keberanian menampilkan band-band dari Cilacap, Denpasar, Banjarmasin, Jakarta, Bandung, Medan dan Semarang, menurut penulis, adalah langkah awal untuk mengatakan musik ini tanpa batas.
Lalu bagaimana dengan kualitas band-band yang dimunculkan? Tidak semuanya bagus. Bisa banyak hal yang menyebabkan. Mungkin, kualitas studio rekaman di masing-masing daerah berbeda-beda. Atau memang skill bermusik band-band tersebut sebenarnya pas-pasan, tapi punya kelebihan di spirit punk-nya.
Single yang sudah diputar di salah satu chanel musik adalah Cinta 18 milik My Pet Sally [baca juga profilnya --red]. Band asal Jogajakarta ini menampilkan punk dengan sosoknya manis. Garang? Ah tidak, mereka cantik-cantik kok, lantaran dua dari tiga personilnya adalah perempuan. Mungkin inilah yang disebut "gaya baru punk" tampil apa adanya, tapi punya semangat. Kualitas? Lagu ini sederhana, tidak njlimet meski karakter punk-nya kental. Tapi untuk naik lebih tinggi, mereka harus punya jam terbang tinggi di luar komunitasnya.
Lagu yang lain yang judulnya cukup unik adalah My Wife si a Lesbian milih Pyong-Pyong dari Semarang. Sayangnya, lagu ini cuma unik di judul saja, tapi secara musikalitas datar-datar saja. Ini sedikit berbeda dengan Pakde Bedjo milik Not For Fun dari Jogjakarta. Meski musikalitasnya biasa, tapi keberanian menggunakan bahasa Jawa sebagai lirik, cukup unik. Yah, memperkaya wacana punk yang lebih egaliter.
Salah satu lagu yang menurut penulis bisa diandalkan juga adalah Na..Na..Na..Na yang dinyanyikan oleh Happy Day dari Jakarta. Dengan catatan, mereka harus lebih membuka diri pada komunitas lain di luar punk. Sedikit tolehan juga ditujukan pada band dari Medan, The Muffins. Lagu Selamat Datang Pagi meski tak istimewa, tapi cukup cepat dihapal.
Penulis menyebutnya kompilasi primordial, meski hal ini bukan hal baru yang dilakukan oleh sebuah label indie. Justru yang jadi catatan penulis, semangat "kedaerahannya" tidak terlalu kental, karena akan lebih baik kalau band-band di album ini menjadi satu satu komunitas yang saling melengkapi. Untuk memperkaya "tanah sempit" musik punk melodic di Indonesia, bolehlah. Asal jangan cuma ngejar setoran, sebelum trend punk menghilang.